Bat nieuwsblad. De zuidkust van Ceram is geteisterd i den nacht van 29 op 30 September door een ontzettende aard- en zeebeving. Menschat het aantal dooden en gwonden op meer dan 1500, omstreeks 500 man worden nog vermist.
Amahei is geheel verwoest.
Pada dini hari, 30 September 1899 Gempa dan Tsunami meluluhlantakkan pesisir Seram Selatan, Amahei, Rutah, Elpaputih dan berapa Negeri lain menyimpan ingatan-ingatan tentang peristiwa itu.
Saya melacak pelan-pelan berita yang tersebar di koran-koran pada berbagai belahan dunia. Salah satu media yang sering dipakai rujukan adalah media Australia “Brisbane Courier” yang terbit 1 desember 1889. 3 bulan setelah terjadinya gempa.
Akhirnya menemukan satu potongan berita pada rubrik Telegramm. Kalimat terakhir yang tertulis pada berita “Amahei benar-benar hancur”, tulis koran Soerabaijasch-Handelsblad edisi 12 October 1899. Kabar gempa di Pulau Seram terletak pada rubrik “Telegramm” halaman pertama, sesuai dengan nama rubrik. Isi berita tidak lebih dari 50 kata. Singkat, padat, jelas, dan memberikan gambaran awal betapa hebatnya gempa yang terjadi. ” 1500 orang terluka, 500 orang masih hilang” Serta, menghancurkan satu daerah yang bernama “Amahei” di Pulau Seram.
Sejauh ini Soerabaijasch-Handelsblad adalah koran pertama sekali yang memberitakan tentang Gempa di Pulau Seram. Tragedi ini terjadi pada hari Jumat malam Sabtu tanggal 29-30 September 1899, 12 hari setelah terjadinya gempa, baru kabar itu dimuat pada koran 122 tahun yang lalu.
Soerabaijasch-Handelsblad atau Surat Kabar Perdagangan Belanda adalah koran berbahasa belanda yang didirikan pada tahun 1853 dan diterbitkan oleh perusahaan Hindia Belanda “Koff and Company“. Koran ini termasuk jenis koran lembar lebar, koran dengan cetakan terbesar dan dicetak cuma satu halaman untuk dijual dijalanan dengan isi berupa beragam informasi.
Keesokan harinya, mulai banyak koran yang memberitakan terjadinya “Bahaya Seram”, meski sumber berita masih dari telegram singkat yang dimuat oleh Soerabaijasch-Handelsblad hari sebelumnya.
Limburger Koerier Provinciaal Dagblad. Pada Tanggal 13 October 1899 Menulis cukup panjang. Selain memberitakan tentang terjadinya gempa. Limburger juga mencoba memberikan penjelasan tentang pulau seram bagi pembacanya, “Pulau Seram berukuran setengah dari Belanda”. Penduduknya jarang, dan memiliki kontur pegunungan vulkanik.
Di Amahei, ada garnisun (Belanda) berkekuatan sekitar 30 orang dengan pimpinan Van Gent, yang telah tinggal disana sejak 6 Maret 1882. Di Amahei juga ada sekitar 7500 jemaat kristen dibawah asisten pendeta keliling yang berdiri sejak tahun 1885.
A. L. F. Jansen mengatakan, di pulau Seram, penduduk masih dibawah “kekemakmuran” Meski hasil alam seperti batu bara, timah dan minyak bumi ada, tapi belum dieksplorasi.

Dagblad van Noord Brabant, pada 14 Oktober 1899, koran yang didirikan tahun 1771 di Belanda pun menurunkan berita yang cukup menyeramkan. “Banyak orang mati di Teluk(?) Elpaputih” Sekitar 4000 orang meninggal dan 500 orang terluka. Hampir sama dengan Koran Limburger, namun ada penambahan informasi lain terkait penelitian geologi yang dilakukan oleh Prof Martin.

Dihari yang sama, Ernemsche-Courant menurunkan berita yg lumayan panjang. Tidak hanya informasi gempa, mereka meminta Prof. Pijnaple, salah satu pejabat Hindia Belanda untuk menguraikan tentang pulau Seram. Pijnaple membahas daerah disekitar Amahei. Dari telutih sampai Sawai, Piru sampai Nusahalawane. Bahkan Ulisiwa-patalima dan juga “Kakehan” Alifuru.

The Armidal Express, koran yang berbasis di Inggris pada 17 October menulis info kecil tentang gempa Seram. Uniknya, pada bagian atas tepat. Ada kabar mengenai “Jack The Ripper“.

Pada 17 november 1899, Geo Collinggridge, Anggota Council of the Royal Geographical Society of Australasia, menulis artikel panjang tentang gambaran pulau Seram dan Gempa pulau Seram. Artikel yang dimuat pada Children’s Newspaper, sebagaimana namanya. Koran ini lebih mengutamakan edukasi geografi untuk anak-anak. Gempa yang terjadi dipulau Seram dan “viral” Pada masa itu menjadikannya penting untuk dijelaskan.
“Ceram does not produce cloves, nutmegs, and other spices in such quantities as Banda. Amboyna, and Ternate ; but the sago palm grows better and more plentifully than in the adjoining Islands. It reaches to the height of one hundred feet, and a single tree will yield 1200 pounds of starch, instead of 400 pounds” tulis Geo.
Geo, bahkan tidak banyak menulis tentang gempa, tapi lebih menulis tentang bagaimana orang-orang eropa pertama tiba di pulau Seram. Bentang alam, manusia dan pulau-pulau kecil lainnya di sekitaran pulau Seram. Kisah-kisah perburuan kepala manusia dan beragam cerita lainnya.

The Brisbane Courier, koran yang berbasis di Australia pada 1 Desember 1899 menurunkan tulisan dengan judul “TERRIBLE LOSS OF LIFE. DISASTROUS EARTHQUAKE IN THE EAST INDIES“, brisbane menuliskan “A telegram from Macassar, dated 12th Octtober, says the South Coast of Ceram has been visited, on the night of the 29th and 30th September, by a high sea and earthquake, 4000 are dead and missing, 500 are wounded. Amahei is totally destroyed.
Koran The Brisbane Courier banyak dikutip oleh berapa media lokal. Namun, yang lebih menarik sebenernya bukan di judul atau paragraf pertama tersebut. Brisbane pada paragraf selanjutnya lebih menulis tentang upaya-upaya pengiriman bantuan dari berbagai pihak untuk korban Gempa di Pulau Seram.
Bantuan-bantuan yang mengalir dari berbagai belahan dunia, bahkan “telegram kepada Presiden Kruger sudah memberi (bantuan) sebesar 200 Gulden)”. Presiden Kruger dalam pencarian singkat adalah seorang pemimpin militer Belanda yang menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan atau Transvaal dari tahun 1883 sampai 1900.

Dilain sisi, pada liputan Ekspedisi Cincin Api, Kompas. Jonas Kaihena, tetua adat di Negeri Elpaputih bercerita ” tanah goyang terjadi pukul 01.00 tengah malam. Saat itu, sejak sore hingga malam, Negeri Elpaputih disaput mendung, dari depan rumahnya, ombak terdengar bergemuruh. ”Lalu, datang ombak besar bergulung-gulung. Ada tiga ombak. Cepat datangnya, orang bangun karena gempa, air sudah di depan mata. Mau lari juga tak akan selamat,” tuturnya. Dikutip dari liputan ekspedisi cincin api.
Banyak orang hanyut dan tersangkut di atas pelepah sagu. Setelah air surut, daratan di Negeri Elpaputih menghilang. ”Air surut sambil membawa kampung kami dan segala isinya,” ungkapnya.
Sebelum kejadian, jumlah penduduk Elpaputih sekitar 5.000-an orang. Mereka berdiam di 9 lorong di negeri adat itu. Namun setelah kejadian, jumlahnya menyusut tersisa 1.500 orang.
Kami menyebutnya sebagai ‘Bahaya Seram’,” kata Kaihena.
(Kompas, Ekspedisi Cincin Api)
Kisah di Elpaputih juga dialami penduduk Negeri Amahai, Maluku Tengah, yang berjarak 60 kilometer dari Elpaputih. Chrestoffel Soparue,73, tetua adat Amahai, mengisahkan, air laut masuk hingga 200 meter ke darat dan menghancurkan negerinya pada 1899.
Selain Elpaputih, Negeri Amahei dan rutah. Negeri-negeri di Pesisir Selatan mempunyai ingatan-ingatan tentang gempa dan tsunami yang masih tersimpan dalam lipatan-lipatan ingatan.